Blogroll



JOHN LENNON

Ketika lagu-lagu Elvis Presley meledak di sekitar tahun 50-an, John Lennon yang memiliki nama lengkap John Winston Lennon baru berusia 16 tahun. Mendengar lagu-lagu Elvis membuat hati John tergerak untuk mengikutinya. Kemudian ia membujuk ibunya untuk dibelikan sebuah gitar. Meskipun ia akhirnya hanya mendapat sebuah gitar bekas, John cukup puas. Dengan diajari ibunya, Julia, John belajar main gitar walaupun cara mengajarinya salah karena Julia memberikan pelajarannya seperti bermain banjo. Cara ini berarti menyetel lima senar teratas pada kunci G, dan membiarkan senar terbawah menjadi mubazir.

Benar atau salah cara itu, John Lennon mulai memainkan lagu Ain’t That A Shame-nya Fat Domino. Beberapa waktu kemudian, gitar spanyolnya diganti dengan gitar yang lebih bagus. Pada 1957, ia membentuk bandnya yang pertama, yang disebut Black Jack. Anggotanya: John menjadi penyanyi dan gitaris, Pete Shotton pada washboard, Eric Griffiths pada gitar, Rod Davies memainkan banjo, Colin Hanton menabuh drum, dan Bill Smith memainkan bas besar. Lalu mereka mengubah nama menjadi Quarrymen, karena sebagian besar anggotanya adalah murid sekolah Quarry Bank. Band ini belakangan menjadi lebih terkenal. Mereka mengadakan pertunjukkan di pesta-pesta dan bar.

Pertemuannya dengan Paul McCartney dan George Harrison membuat dia kemudian membentuk Beatles. Di kelompok ini, John dikenal sebagai ‘perumus’ filosofi Beatles. Lewat lirik dan musiknya, John tak cuma bicara tentang cinta, tapi juga tentang hal-hal lain seperti kehidupan sosial politik (Give Piece a Chance), pandangan hidup (Imagine dan Oh My Love) dsb. John bahkan memfilsafati akhir hidupnya lewat lagu The Ballad of John and Yoko. Meledaknya album-album The Beatles membuat kehadiran mereka selalu dikerumuni gadis-gadis yang “mabuk Beatles”. Salah satu gadis yang mendekatinya adalah Cynthia Powell. Si pirang dari Hoylake ini memberikan John seorang putra, Julian. Dalam masa perkawinannya, ia sering ditinggal John tur keliling dunia. Bahkan ketika Julian lahir, ia tidak ditunggui John, baru seminggu kemudian ditengok. Itu pun tidak lama, karena John harus pergi kembali bersama grupnya.

Memang, akhirnya perkawinan mereka berlangsung tidak lebih dari 5 tahun, gara-gara masuknya Yoko Ono, seniman avant garde, dalam kehidupan John lennon. kedekatan mereka selama setahun praktis lebih didorong oleh semangat intelektual. kesamaan jiwa seni dan visi intelektual itulah yang menjadi tali pengikat emosional keduanya. Kalau Yoko mengadakan pameran seni, John dengan setia menjadi sponsornya. dengan semakin dekatnya Yoko di hati John, maka jarak emosional yang memisahkannya dengan Cynthia menjadi semakin lebar. Itu pula sebabnya pada November 1968, John memberikan 100 ribu poundsterling kepada Cynthia sebagai uang selamat jalan. Dari uang itu Cynthia menggunakan 25 ribu pound untuk membeli sebuah rumah yang dihuninya bersama ibunya dan Julian, putranya.

Dosa ‘Si Muka Pucat’ belum berhenti di situ. Kehidupannya di masa lampau yang kocar-kacir ikut-ikutan menjerumuskan John menjadi pemakai obat bius. Untunglah hal ini kurang diketahui publik. Namun detektif Inggris sudah lama mencium hal ini. Akhirnya seekor anjing pelacak mendengus-dengus di kantong teropong Lennon. Polisi segera menemukan marijuana. Jumlah yang lebih banyak segera diketemukan dalam sebuah tustel tua. Pemandangan yang menyedihkan, ketika John dan Yoko digiring keluar menuju mobil tahanan polisi, barisan fotografer langsung membidikkan kameranya dari segala sudut.

Tanpa mempedulikan insiden kecil ini, keduanya mulai bekerja dan beberapa waktu kemudian meluncurkan album pertama, hasil kerjasama antara keduanya, Unfinished Music No.1-Two Virgins. Yang mengejutkan adalah gambar sampul yang memperlihatkan buah dada Yoko yang terjela-jela ke lantai studio dan, maaf, penis John Lennon yang menjulang menembus awan telihat jelas tidak disunat. Jadi rupanya itulah yang dimaksudkan dengan two virgins tadi, satu perjaka dan satu dara, dengan organ vital yang dipajang, siap dilempar ke masyarakat. Album ini meledak di pasaran. Bahkan di New Jersey, Amerika Serikat, ketika polisi mencoba membendung 30 ribu kopi rekaman yang siap dilempar, terbukti mereka terlambat. Penjualannya jauh lebih cepat dari yang mereka duga. Dan tornado histeria massa pun menyapu seluruh wilayah sekitarnya.

Pada 20 Maret 1969, hanya delapan hari setelah perkawinan Paul dan Linda, John dan Yoko pun bersicepat mengurus perkawinan. Yoko baru saja menerima surat cerai dari Tony Cos pada 2 Februari. (Jadi kumpul kebo sebelumnya antara John dan Yoko dinilai sebagai berani karena perkeboan sudah terjadi ketika status Yoko masih sebagai istri orang lain). Duabelas tahun Yoko berbagi keedanan bersama John, hingga pada 8 Desember 1980 ketika semua kegilaan, sikap nyentrik, nafsu mencipta yang menggelegak itu dihentikan Mark David Chapman dengan lima tembakan peluru. Waktu John dan Yoko baru tiba di Dakota sehabis rekaman pada pukul 10.50 malam, Chapman sudah siap menghadangnya. Tepat ketika John dan Yoko keluar dari limousine terdengar ada suara memanggil, “Mr. John!”. John menoleh, mencoba melihat ke dalam gelap. Lima langkah di depannya, Chapman sudah memegang senapan dengan laras terkokang.

Lima peluru beruntun menembus badan John, dengan akibat, 80 persen darahnya tumpah dari leher dan bahu. Hasilnya, tak peduli beapa pun canggihnya peralatan Rumah Sakit Roosevelt, tak peduli betapa pun telatennya para perawat dan dr. Stephen Lynn, semuanya tak mampu mengembalikan nyawa John yang segera terbang ke padang perburuan abadi. Lahir di Oxford Maternity Hospital, Liverpool pada 9 Oktober 1940, John meninggal dalam usia produktif ketika ‘kehidupan baru mekar pada usia 40 tahun’.


“She loves you, yeah yeah yeah…!” Itulah teriakan yang menggema diantara hebohnya jingkrak-jingkrak serta sibakan rambut mop top (poni) khas The Beatles. Mungkin Anda berkata, ” Ah, itu sih dulu, tahun 60-an.” Eh, ternyata nggak juga. Sampai saat ini teriakan itu tetap bergema. Beatlemania tidak pernah pudar, termasuk di tanah air.

Petikan syair lagu tadi memang milik kelompok The Beatles, sebuah kelompok musik asal Liverpool, Inggris. Ada hal menarik untuk dicermati. Eksistensi mereka ternyata tidak berakhir seiring dengan bubarnya kelompok tersebut di tahun 1970. Tidak juga ketika John Lennon sang pentolan kelompok itu meninggal Desember 1980. Lantas, kekuatan apa gerangan yang membuat mereka begitu perkasa dan abadi?

Iseng-iseng saya membuka-buka koleksi majalah lama. Di majalahTempo edisi 10 Januari 1987 saya menemukan artikel berjudul “Umat Beatles Dimana-mana”. Di situ tertulis cerita tentang “Beatles Melayu” bernama Bharata Band yang melakukan konser di Senayan. Saat itu pertunjukan berakhir dengan kerusuhan serta kerusakan  berat gara-gara histeria penonton. Itu baru Beatles pura-pura. Bayangkan apa yang akan terjadi kalau itu The Beatles sungguhan! Dan perlu dicatat, itu terjadi 17 tahun setelah The Beatles bubar!

Penikmat lagu-lagu The Beatles memang bejibun dan ada dimana-mana di seantero jagat. Tak heran kalau bermunculan duplikat-duplikat The Beatles yang khusus membawakan lagu-lagu mereka, dan laku! Di Jerman ada kelompok band yang menamakan diri Beatlemania. Di Belanda ada Stefano Sanders alias Bas Muys (lahir 14 oktober 1976) Dia menyanyikan lagu2 karya Lennon/McCartney antara lain From a Window, I Don’t Wanna See You Again, Step Inside Love dll. Penyanyi ini gabung juga di band ‘Stars of 45’, spesialis lagu-lagu legend dengan aransemen ulang, kadang2 jg di medley (yg ada beat nya pake suara tepuk tangan, kayak lagu untuk senam jaman dulu). Lagu2 yang dia nyanyikan, versi aslinya ada di album ‘Songs of Lennon/Mc Cartney never issued’

Di Indonesia sendiri bertebaran kelompok-kelompok semacam itu. Bharata, band asal Jakarta adalah salah satunya. Di Bandung, tercatat ada kelompok Mat Bitel dan Silver Beat (dua-duanya sudah vakum). Belum lagi kelompok- kelompok lainnya  seperti OldCrack, Root, Flower Beat, Cavern Beat, yang juga berada di jalur yang sama.

Ketika album kompilasi bertajuk Anthology dirilis, sambutan masyarakat di seluruh dunia ternyata begitu antusias. Demikian juga halnya ketika album Live at BBC dilempar ke pasaran. Di Bandung, jika Anda rajin memutar-mutar gelombang radio, Anda akan menemukan bahwa ada radio-radio tertentu yang memiliki program khusus lagu-lagu The Beatles. Di acara tersebut, selain tentu saja diputar lagu-lagu The Beatles, juga dibahas berbagai hal yang berkaitan dengan The Beatles, bahkan sampai hal-hal yang kecil. Misalnya, bagaimana nama Martha dalam lagu Martha My Dear bukanlah nama orang seperti yang selama ini disangka orang, melainkan nama seekor anjing kesayangan Paul McCartney. Yang agak mengherankan adalah kenyataan bahwa  pendengar acara-acara tersebut kebanyakan adalah anak-anak muda yang notabene tidak pernah menjamani masa kejayaan The Beatles.

Keheranan yang sama pernah saya alami secara langsung. Suatu ketika, saya dan teman-teman diundang nyanyi di acara parade band alternatif. Anda bisa bayangkan bahwa yang hadir di sana sebagian besar adalah anak muda. Ternyata ketika kami membawakan lagu-lagu “kolot”, mereka ikut bergoyang dan dengan fasih menyebutkan judul-judul lagu The Beatles. Paling tidak, nomor-nomor “top forty” (menurut istilah teman saya) semacam Hey Jude, Revolution, Please Mr. Postman, Obladi-Oblada dll, ternyata mereka kenal dengan baik.

Dari fakta-fakta yang saya paparkan tadi, barangkali kita bisa menarik benang merah yang secara otomatis menafikan asumsi bahwa pendengar lagu-lagu The Beatles adalah kelompok “tua” yang sejaman dengan The Beatles dan sekedar ingin bernostalgia. Yang jadi pertanyaan sekarang adalah apa yang sesungguhnya “mengikat” penikmat lagu-lagu The Beatles “generasi masa kini” dengan “kelompok masa lalu”?

Dulu, Tato Bharata dan kawan-kawan mengaku sulit untuk memahami fenomena tersebut. Dan sekarang pun, kita ternyata masih mengalami kesulitan yang sama. Yang jelas, The Beatles tetap eksis sejak dulu hingga sekarang, dan bahkan mungkin juga di masa yang akan datang. Entah sampai kapan. Mengingat fenomena luar biasa ini, tak berlebihan kiranya jika para beatlemania di seluruh dunia dengan penuh ketulusan dan kecintaan berteriak, “We love you..yeah..yeah.. yeah..!!”